gussur.com – Gereja Ganjuran, tepatnya Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran, menjadi bagian penting dalam sejarah penyebaran agama Katolik di kawasan selatan DIY. Gereja Ganjuran ini diresmikan pada 16 April 1924 dan menjadi gereja Katolik pertama di Bantul. Meski besar di Bantul, namun tak banyak kenangan masa kecil dengan gereja ini. Justru Gereja Klodran yang berlokasi sekitar 7 km ke utara yang bersemayam di memori masa kecil. Dulu sering mengikuti misa di sini dibandingkan dengan di Gereja Ganjuran. Yang teringat dari Ganjuran justru rumah sakitnya yang menyatu dengan kawasan gereja ini.
Mengenal Gereja Ganjuran justru dari teman luar Jogja yang ingin datang ke sini. Baru tahu bahwa gereja ini menjadi salah satu tujuan wisata ziarah rohani karena ada patung Yesus di dalam sebuah candi. Candi ini terletak di sebelah timur bangunan gereja, dan dibangun oleh Schmutzer bersaudara pada 1927. Awalnya, bangunan yang terletak di depan rumah keluarga Schmutzer ini dibangun sebagai monumen atas keberhasilan Pabrik Gula Gondanglipuro yang dikelola oleh keluarga Schmutzer yang berhasil lolos dari krisis keuangan yang melanda dunia saat itu.
Schmutzer bersaudara adalah Joseph Ignaz Julius Maria Schmutzer dan Julius Robert Anton Maria Schmutzer. Mereka bukanlah pastur, tapi pengelola pabrik gula Gondang Lipuro di Ganjuran. Pada tahun 1920-an itu, Yogyakarta dikenal sebagai Land of Sugar karena ada 19 pabrik gula di sini. Salah satunya ya PG Gondang Lipuro tadi.
(Sebelum menjadi penghasil gula, Yogyakarta dikenal sebagai daerah penghasil nila. Indigoplanter. Ketika kemudian muncul pewarna sintetis, harga nila pun anjlok. Salah seorang pengusaha nila kemudian mengubah perkebunannya menjadi perkebunan tebu. Langkah ini diikuti oleh pengusaha nila lainnya, sampai kemudian muncul 19 pabrik gula di kawasan Yogyakarta.)
Jika pakai istilah kiwari, pembangunan gereja merupakan salah satu tanggung jawab sosial Schmutzer terhadap masyarakat sekitar. Terutama bagi karyawan pabrik gula. “Cikal bakal Katolik di Gereja Ganjuran … ya, para pekerja pabrik gula itu,” tutur Windu Hadi Kuntoro, pengurus Gereja Ganjuran seperti dikutip Kompas.com. Arsitek pembangunan gereja ini adalah J Yh van Oyen, seorang arsitek berkebangsaan Belanda.
Clik here to view.

Sebagai Raja Jawa
Gereja Ganjuran, atau Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran, diresmikan pada 16 April 1924 dan menjadi gereja Katolik pertama di Bantul, DIY. Meskipun besar, penulis memiliki lebih banyak kenangan masa kecil di Gereja Klodran. Gereja ini dikenal juga karena adanya candi yang dibangun oleh Schmutzer bersaudara pada 1927, yang menjadi tujuan wisata ziarah rohani.
Kompleks gereja ini adalah hasil pembangunan sosial Schmutzer bersaudara, yang mengelola Pabrik Gula Gondanglipuro dan mendirikan volksschool untuk mengajarkan agama Katolik. Arsitektur gereja memadukan gaya Eropa, Jawa, dan Hindu-Buddha.
Gereja Ganjuran mengalami renovasi setelah gempa pada Mei 2006. Patung Yesus di candi bergaya Jawa, dengan detail-detail yang mencerminkan budaya lokal, termasuk misa yang disampaikan dalam bahasa Jawa. Candi ini juga memiliki mata air yang dianggap memiliki khasiat menyembuhkan, menarik ratusan peziarah setiap hari. Keberadaan gereja sebagai tempat beribadah dan refleksi spiritual mencerminkan akulturasi budaya yang unik di Indonesia. Pengalaman penulis di gereja tersebut mengingatkannya pada masa kecil saat mengikuti misa berbahasa Jawa.
Sebelum mendirikan gereja, Schmutzer bersaudara sudah mendirikan volksschool (sekolah rakyat) sejak 1919. Dari sekolah ini warga sekitar pabrik gula mendapatkan ajaran tentang agama Katolik dan gereja. Akhirnya banyak yang kemudian dibaptis, masuk menjadi orang Katolik. Pada 1927, Schmutzer bersaudara melengkapi kompleks gereja ini dengan membuat sebuah candi setinggi 10 meter.
Seperti candi pada umumnya, candi ini juga berhiaskan relief bunga teratai dan memiliki relung. Namun, di dalam relung ini tidak berisi patung Buddha atau arca Hindu. Tidak ada Lingga Yoni di sana. Hanya patung Yesus yang sedang duduk. Yesus tampak membaurkan dengan budaya sekitar. Wajah-Nya berparas Jawa dan memakai pakaian adat Jawa. Rambut-Nya seperti pendeta Hindu dengan mahkota di kepalanya.
Saat Bantul dilanda gempa dahsyat pada Mei 2006, kawasan Gereja Ganjuran pun ikut luluh lantak. Gereja pun direnovasi ulang seperti yang tampak saat ini. Kompleks gereja ini menyatu dengan candi, pastoran, klinik, sekolah, serta area parkir. Lahan seluas sekitar 2,5 ha ini memadukan unsur arsitektur Eropa, Jawa, dan Hindu-Buddha.
Gaya Eropa terlihat pada bangunan berbentuk salib jika terlihat dari udara. Atap gereja yang berbentuk tajug (piramida) dihiasi dengan salib besar. Gaya Jawa terlihat pada bangunan yang bergaya joglo. Bangunan ini dihiasi ukiran Jawa. Termasuk ukiran nanas pada tiang-tiang gereja. Ada juga ukiran berbentuk jajaran genjang yang disebut wajikan. Pendopo gereja dikerjakan langsung oleh pihak Keraton Yogyakarta. Mereka mendatangkan pemahat khusus untuk membuatkan pahatan-pahatan kayu yang mirip dengan keraton.
Pada kanan kiri altar juga terdapat patung malaikat berbusana tokoh wayang orang sedang menyembah. Empat tiang kayu jati bergaya Jawa menopang atap berbentuk tajug. Tiang-tiang ini menggambarkan empat penulis Injil, yakni Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Jika diperhatikan, warna hijau dan kuning emas mendominasi tiang dan beberapa ornamen lainnya. Warna hijau bermakna kesejahteraan, kemakmuran, dan kehormatan. Sedangkan warna kuning emas bermakna kewibawaan, kejayaan.
Gaya Jawa juga terlihat pada relief Yesus yang digambarkan sebagai raja Jawa yang bertahta di singgasana. Pada bagian bawah relief ini terdapat tulisan Sang Maha Prabu Jesus Kristus Pangeraning Para Bangsa. Sedangkan relief Bunda Maria digambarkan sebagai ratu Jawa yang sedang memangku Yesus yang masih anak-anak. Pada bagian bawah relief ini terdapat tulisan Dyah Marijah Iboe Ganjoeran. Baik Yesus maupun Bunda Maria dalam relief ini juga berparas Jawa dan mengenakan kostum Jawa. Gaya Jawa pada kedua relief itu ada maksud tertentu. Menurut Cahyo Widiarto, Sekretaris Dewan Paroki, gaya itu hendak menunjukkan bahwa Tuhan yang diyakini umat Gereja Ganjuran itu sangat dekat.
“Patung dengan adat dan pakaian Jawa itu bertujuan agar umat merasakan bahwa Tuhan itu sungguh-sungguh Tuhannya orang Jawa,” ucap Cahyo. Dia telah melayani umat di gereja ini selama enam tahun. “Kejawaan” itu juga diperlihatkan lewat misa yang disampaikan dalam bahasa Jawa, seperti yang aku ikuti pada Minggu pagi itu. Suasana Jawa juga diselaraskan pada instrumen yang mengiringi lagu-lagu perayaan misa.
Nuansa Hindu-Buddha terlihat pada bangunan candi. Bukan hal yang biasa melihat gereja sekaligus candi berada dalam satu area.
Clik here to view.

Mata air ziarah
Pada 1998 ditemukan mata air dari dasar candi Hati Kudus Tuhan Yesus ini. Air dari mata air ini sangat jernih dan dapat langsung diminum, serta dipercaya memiliki khasiat menyembuhkan penyakit. Mata air ini kemudian diberi nama Tirta Perwitasari. Tirta berarti air, adapun Perwitasari diambil dari nama orang yang pertama kali merasakan khasiat air tersebut.
Sejak diketahui khasiat air itu, Gereja Ganjuran menjadi tempat ziarah. Setiap harinya, ratusan orang silih berganti berdoa di depan candi ini. Setiap peziarah yang sakit dan berharap memperoleh kesembuhan melakukan ritual doa di candi tersebut. Setelah mengambil air di samping candi, umat kemudian duduk bersimpuh di depan candi lalu memanjatkan doa dan permohonan. Terakhir, dia masuk ke dalam candi dan berdoa di depan patung Yesus Kristus. Beberapa peziarah pun kerap mengambil air itu dan memasukkannya dalam botol atau jerigen kecil untuk dibawa pulang setelah didoakan.
Halaman depan candi merupakan tempat favorit untuk berdoa. Karena tempatnya luas, halaman ini sering dijadikan tempat misa bulanan. Tempatnya teduh karena dinaungi pucuk-pucuk pinus berada di kiri kanan halaman candi. Diiringi sayup-sayup denting gamelan, jiwa dan raga umat yang berdoa di sini serasa tentram. Memberikan pengalaman spiritual yang berbeda.
Bagi sebagian orang, Gereja Ganjuran bukan sekadar tempat untuk merenung, berdoa, dan beribadah. Namun, di tempat ini juga umat bisa melihat Yesus Kristus dalam wajah Jawa, mengenakan surjan, dan mendengarkan gamelan. Gereja Ganjuran yang menerapkan ajaran Katolik Roma adalah bentuk indah akulturasi budaya Jawa, Hindu-Buddha, dan Eropa. Meski berdiri di lingkungan dengan beragam agama, Gereja Ganjuran tetap mampu melayani umatnya.
Sehabis bubaran misa, banyak umat yang mampir sebentar ke candi ini. Seperti yang saya lakukan selepas misa Minggu pagi dengan pengantar bahasa Jawa tadi.
Clik here to view.

Clik here to view.

Clik here to view.

Clik here to view.

Clik here to view.

Clik here to view.
